• +62 (21) 7985454
  • iql.jkt@gmail.com

ARTICLES

“HAKIM CINTA” DI PENGADILAN AGAMA

Oleh: H. Muhammad Muhibbuddin (HMM)
Hakim Pada Pengadilan Agama Karangasem Bali

“Tulisan ini adalah refleksi filosofis sufistik tentang hakim yang dipenuhi dengan rasa cinta di hatinya, menebarkan kasih sayang kepada sesamanya, mengaktifkan potensi kecerdasan intelektualnya, kecerdasan emosionalnya, kecerdasan spiritualnya, dan hati nuraninya”. (HMM)

A. Pendahuluan

Hakim adalah cerminan dari pelayanan hukum di sebuah Pengadilan, jika hakimnya baik maka citra Pengadilan akan baik, sebaliknya jika hakimnya tidak baik maka nama baik Pengadilan menjadi taruhannya. Olehkarenanya disamping harus mematuhi kode etik hakim, seorang hakim haruslah orang yang memiliki sifat sifat yang baik sehingga marwah Pengadilan dapat terjaga dengan baik.
Salah satu sifat baik yang seharusnya dimiliki seorang hakim adalah sifat cinta dan kasih sayang yang tercermin dalam sikap dan perilakunya baik dalam kedinasan maupun diluar kedinasan, hakim yang dipenuhi rasa cinta dan kasih sayang akan terjauh dari sifat benci dan permusuhan serta terhindar dari rasa marah yang bisa berdampak tidak baik bagi dirinya sendiri maupun orang lain.
Tulisan ini dimaksudkan untuk sedikit menguraikan tentang makna cinta dan kasih sayang dan urgensinya bagi seorang hakim dalam menjalankan tugasnya di Pengadilan sehingga diharapkan rasa cinta dan kasih sayang tersebut akan berdampak positif bagi pribadi hakim dan orang lain. Tulisan ini ditulis dengan pendekatan reflektif filosofis sufistik dengan judul “Hakim Cinta” di Pengadilan Agama yaitu hakim yang dipenuhi dengan rasa cinta dan kasih sayang yang menjalankan tugasnya dengan ikhlas, hati yang bersih, adil, jujur, dan mengaktifkan hati nuraninya.

B. Cinta, Kasih Sayang dan Keutamaannya

Tidaklah mudah untuk mendefinisikan cinta dalam kata kata karena cinta adalah sesuatu yang hidup dalam hati seseorang, bisa jadi cinta yang dirasakan seseorang berbeda dengan cinta yang dirasakan oleh orang lain dan pada akhirnya akan memunculkan banyak definisi tentang cinta. Penulis sepakat dengan pakar yang mengatakan bahwa : ”Keterangan tentang cinta, bukanlah cinta”, “ Cinta harus dialami, bukan dijelaskan, karena ia berada di luar deskripsi apapun”. Jalaludin Rumi Sang Guru Sufi menyatakan :”Apa pun yang aku jelaskan dan tafsirkan tentang cinta, ketika aku mulai jatuh cinta (sendiri), membuatku malu dengan (penjelasan) itu”. Ungkapan-ungkapan tersebut menunjukkan bahwa meskipun efek cinta dapat terlihat dalam sikap dan perilaku seseorang bahkan terungkap dalam kata-kata seseorang namun hakekat cinta itu sendiri ada di lubuk hati yang tidak mungkin terwakili oleh kata kata.
Di tengah banyaknya definisi/ungkapan tentang cinta yang berkembang baik cinta dalam artian moral, sosiologis, biologis maupun filosofis atau sufistik, penulis dalam tulisan ini menggunkan kata cinta untuk menujukkan suatu keadaan hati atau batin yang dipenuhi dengan rasa cinta penuh dengan kasih sayang dan kebahagiaan yang terhindar dari rasa benci dan permusuhan serta terhindar dari sifat sifat negatif dan energi negatif.
Hati yang dipenuhi dengan cinta -dalam pandangan penulis- adalah hati yang darinya muncul rasa kasih sayang kepada sesama manusia dan makhluk lainnya. Dalam bentuk tertingginya hati yang dipenuhi dengan cinta adalah hati yang mengorientasikan rasa cintanya kepada Allah dan olehkarenanya menyebabkan taat kepada perintahNya dan menjauhi laranganNya. Ibn Qayyim al-Jauziyyah (w.1350 M) menyatakan : “Karena cinta dan demi cinta langit dan bumi diciptakan, dan atas dasarnya makhluk diwujudkan, demi cinta seluruh planet beredar dan dengannya pula semua gerak mencapai tujuannya serta bersambung awal dan akhirnya. Dengan cinta semua jiwa meraih harapannya dan mendapatkan idamannya serta terbebaskan dari segala kerusakannya”.
Orang yang hatinya dipenuhi dengan cinta mempunyai energi besar dan bisa menebarkan kasih sayang kepada seluruh alam semesta. Orang yang sedemikian itu telah mengimplementasikan sifat kasih sayang sebagaimana yang dicontohkan oleh Rasulullah Muhammad Shollallahu ‘alaihi wasallam. Sifat Allah yang dominan adalah sifat kasih sayang seperti tercermin dalam lafaz basmalah yang artinya “Dengan nama Allah yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang.” Rasulullah Muhammad Shollallahu ‘alaihi wasallam pun adalah Nabi Pembawa Rahmat bagi seluruh alam seperti dijelaskan dalam al-Qur’an surat al-Anbiya’ ayat 207 yang arti terjemahannya :” Tidaklah Kami mengutusmu, melainkan untuk menjadi rahmat bagi sekalian alam”.
Orang yang hatinya dipenuhi dengan cinta identik dengan orang yang bahagia. Orang yang bahagia senang melihat orang lain bahagia dan senang memberi bukan meminta, mengasih bukan dikasih.
Ada pakar yang menyatakan bahwa ciri orang bahagia itu adalah mudah menolong orang lain, bergairah melakukan sesuatu, merasa hidup di dunia seperti di surga (aman, tenang, damai, dan nyaman), merasa puas dalam menjalani hidup, memaafkan, lapang hati, senang berbagi, berkata-kata selalu positif, bersemangat, senang berbagi keberuntungan, dan cenderung penyayang terhadap sesama. Orang bahagia akan lebih mudah berakhlak mulia, penuh antusias, membuat keputusan lebih mudah, hidupnya lebih sehat, lebih energik, ceria dan lebih kreatif.
Demikianlah sekilas penjelasan tentang makna cinta yang memunculkan rasa kasih sayang kepada sesama makhluk dan penjelasan tentang kelebihan orang yang hatinya dipenuhi dengan cinta.

C. “Hakim Cinta” Di Pengadilan Agama

Barangkali ada yang kurang sependapat dengan penyebutan “Hakim Cinta”, hal itu wajar wajar saja, penulis tidak bermaksud mereduksi kemuliaan hakim, justeru dengan istilah tersebut penulis berupaya ikut urun rembug dalam menjaga marwah hakim, sekali lagi yang penulis maksud dengan “Hakim Cinta” adalah hakim yang hatinya dipenuhi dengan cinta yang memunculkan sifat-sifat baik serta terhindar dari sifat-sifat negatif, memiliki rasa kasih sayang kepada sesama makhluk, menjunjung tinggi keadilan dan kejujuran dalam melaksanakan tugas-tugasnya.
Hakim di Pengadilan Agama sebenarnya dituntut untuk mengimplementasikan sifat kasih sayang kepada sesama makhluk yang muncul dari adanya rasa cinta di hatinya, jika ditelusuri dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 yang disahkan dan diundangkan tanggal 29 Desember Tahun 1989 ditempatkan dalam lembaran Negara RI Nomor 49 Tahun 1989 dan tambahan dalam lembaran negara nomor 3400 yang isi dari Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 terdiri atas tujuh Bab, meliputi 108 pasal, dalam bab IV Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Hukum Acara, kita akan menemukan Pasal 57 ayat (2) yang berbunyi :

“Tiap penetapan dan putusan dimulai dengan kalimat BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM diikuti dengan DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA”.


Keharusan pencantuman lafadz basmalah dalam setiap penetapan dan putusan Pengadilan Agama merupakan ciri khas penetapan dan putusan yang dikeluarkan Pengadilan Agama, dimana hal tersebut tidak dijumpai di lingkungan Peradilan lainnya. Pencantuman lafadz basmalah tersebut harus dimaknai sesuai dengan konteks dan makna basmalah sebagaimana diuraikan secara panjang lebar dalam kajian tafsir bismillahirrahmanirrahim. Dimana salah satu sifat dominan Allah adalah Maha Pengasih dan Maha Penyayang dan Allah memerintahkan sifat kasih sayang ini kepada ummat manusia.
Dengan rasa cinta yang diliputi kebahagiaan yang ada dihatinya yang darinya memancar sifat kasih sayang, seorang hakim dalam kehidupan kesehariannya dan juga dalam menjalankan tugasnya tidak lagi hannya mengaktifkan kecerdasan inteletektualnya namun juga mengaktifkan kecerdasan emosionalnya dan spiritualnya, tidak hannya berargumen secara rasional saja namun juga mengedepankan dan menggunakan hati nuraninya serta selalu memohon petunjuk kepada Allah SWT dalam menjalankan kehidupannya.
Hakim yang dipenuhi dengan rasa cinta dan kasih sayang tersebut ketika berhadapan dengan para pihak yang berperkara akan senantiasa mendahulukan rasa kasih sayangnya, di hatinya terbersit bahwa mereka adalah mahkluk Allah (hamba Allah) yang harus dilayani, dipersamakan kedudukannya di muka hukum, yang membutuhkan kasih sayang dan perlu dicarikan solusinya sesuai dengan rasa keadilan, kemaslahatan tanpa mengenyampingkan kepastian hukum. Dalam menjalankan sidangnya, “Hakim Cinta” akan melaksanakan tugasnya dengan bahagia, ikhlas, penuh keceriaan, fokus dan bisa menikmati pekerjaannya.
Dalam pergaulannya dengan orang lainpun, “Hakim Cinta” juga mengedapankan rasa kasih sayangnya kepada sesamanya, terhindar dari rasa sombong, sikap benci atau permusuhan dengan sesamanya, karena ia sadar bahwa dirinya dan orang lain adalah sama kedudukannya di mata Allah sebagai hamba Allah, yang membedakan hanyalah tugasnya saja. “Hakim Cinta” akan senantiasa bersikap rendah hati dalam kesehariannya namun tegas dalam menjalankan tugasnya, menegakkan keadilan dan kebenaran, menghukum dengan penuh keadilan dan menghindari semua bentuk kedholiman dan menghindari semua bentuk keburukan.
Pendek kata “Hakim Cinta” hadir dengan membawa cinta, kebahagiaan, kasih sayang, menghormati, menyejukkan, mengayomi, memberikan solusi, menyelesaikan masalah, santun dalam bertindak, tegas dalam membuat keputusan.

D. Penutup

Sebagai penutup sekaligus kesimpulan, penulis ingin menegaskan bahwa hakim yang menjadi cerminan pelayanan hukum, haruslah terwujud di dalam dirinya sifat-sfat yang baik dan terhindar dari sifat-sifat yang buruk, untuk itu maka tidak cukup hannya menggunakan keceradasan intelektualnya namun juga harus menggunakan kecerdasan emosional dan spiritualnya, tidak cukup mengaktifkan rasionalitasnya namun harus pula mengaktifkan hati nuraninya, senantiasa berusaha membersihkan dirinya dari energi negatif dan unsur negatif dalam dirinya, berusaha mengaktifasi hati nuraniya, berusaha meningkatkan kecerdasan intelektualnya, emosionalnya dan spiritualnya, semoga dengan demikian dapat terwujud “Hakim Cinta” di Pengadilan Agama sebagaimana judul tulisan ini, amin Ya Mujiibassaailiin.
Semoga bermanfaat.

Amlapura Karangasem Bali,
Ahad, 19 Muharram 1437 H, 1 November 2015
H.M.M


DAFTAR PUSTAKA

Balda, Syamsul, Quantum Healing, Materi Workshop Institut Of Quantum Life, 2013.
------------, Quantum Emotional Healing, Materi Workshop Institut Of Quantum Life, 2015.
------------, Quantum Ruqyah, Materi Workshop Institut Of Quantum Life, 2015.
------------, Quantum Intuition Healing, Materi Workshop Institut Of Quantum Life, 2015.

Muhibbuddin, Muhammad, “Hakim Dinamis Yes Hakim Statis No”, www.badilag.net, dipublikasikan tanggal 6 Maret 2015.
------------, Hakim “Juru Bicara Tuhan” di Mata Ummat, www.badilag.net, dipublikasikan tanggal 28 Januari 2015.
------------, Hakim Penegak Keadilan Bukan Penegak “Hukum”, www.badilag.net, dipublikasikan tanggal 16 Februari 2015.
------------, Pahamilah Dengan Qolbumu, www.badilag.net, dipublikasikan tanggal 24 Februari 2015.

Hakim, Abdul, Rahmatan Lil Alamin Samudera Kasih Sayang Rasulullah Shollallahu ‘alaihi wasallam Kepada Umatnya Dan Seluruh Makhluk, Jakarta: Pustaka Imam asy-Syafi’i, 2014.

Kartanegara, Mulyadhi, Gerbang Kearifan Sebuah Pengantar Filsafat Islam, Jakarta: Lentera Hati, 2006.
------------, Jalal Al-Din Rumi Guru Sufi dan Penyair Agung, Jakarta: Teraju, 2004.
------------, Menyelami Lubuk Tasawuf, Jakarta: Erlangga, 2009.

Ristiati, Dwi, Klinik Terapi Cinta Penyembuhan Spektakuler Tanpa Obat Tanpa Operasi Tanpa Efek Samping, Jakarta: Zahira, 2014.

Rumi, Jalal Al-Din, The Mathnawi of Jalal Al-Din Rumi, diterjemahkan oleh R.A. Nicholson, London: Luzac & Co. Ltd.,1968.

Shihab, M. Quraish, Pengantin Al-Qur’an Kalung Permata Buat Anak-anakku, Jakarta: Lentera Hati, 2011.

Kode Etik Dan Pedoman Perilaku Hakim.

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989.